Lompat ke isi utama

Berita

Komisi II DPR RI Dukung Bawaslu Dalam Penguatan Kelembagaan dan optimalkan kewenangan Bawaslu Dalam RUU Pemilu

Bawaslu Kota Makassar

Ketua Komisi II DPR RI yang diwakilkan oleh Abrar Amir, M. AP, Koordinator Tenaga Ahli Komisi II DPR RI saat memberikan materi pada kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu yang dilaksanakan oleh Bawaslu Kota Makassar di Hotel Arthama, Kamis (7/8/2025).

Makassar, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Komisi II DPR RI yang diwakilkan oleh Abrar Amir, M. AP, Koordinator Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, menyampaikan bahwa evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan arah kebijakan regulasi pemilu ke depan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 135/PUU/XXII/2024. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu yang dilaksanakan oleh Bawaslu Kota Makassar di Hotel Arthama, Kamis (7/8/2025).

Abrar Amir menjelaskan bahwa sejak era reformasi, regulasi Pemilu di Indonesia berkembang secara terpisah berdasarkan jenis pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengatur pemilu nasional, sementara pemilihan kepala daerah diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Namun, pelaksanaan tugas dan wewenang Bawaslu belum optimal karena berbagai faktor, seperti keterbatasan SDM, multitafsir regulasi, penegakan hukum yang belum konsisten, serta norma hukum yang belum memadai.

“Dalam sengketa Pemilu dan Pilkada, masih terjadi ketidakpastian hukum akibat perbedaan putusan antara Bawaslu, pengadilan, dan MK,” ujar Abrar.

Beberapa permasalahan klasik yang dihadapi Bawaslu antara lain adalah penanganan politik uang dan jual beli suara yang sulit dijerat secara hukum, pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, serta kepala desa dan aparat desa, ketidaknetralan dan ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu, serta penegakan hukum gakkumdu yang masih berbeda antara Bawaslu, Polri dan Kejaksaan.

Dari sisi kelembagaan, Abrar menyoroti lemahnya penegakan hukum pemilu yang disebabkan oleh regulasi yang kurang memadai, kurangnya kemandirian penegak hukum, serta seringnya perubahan regulasi di tengah proses pemilu yang sedang berjalan.

Ke depan, Komisi II DPR RI berkomitmen melakukan pembenahan kelembagaan Bawaslu dengan mengoptimalkan dan memaksimalkan kewenangan pengawas pemilu agar tidak terjadi lagi banyak gugatan di MK. “Putusan MK Nomor 135/PUU/XXII/2024 menjadi amanat dan tantangan bagi anak bangsa dalam berdemokrasi,” jelas Abrar.

Sebagai langkah strategis, DPR RI akan menyusun revisi terpadu UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik dalam satu naskah rancangan undang-undang. Kelembagaan Bawaslu akan tetap eksis dengan pemisahan pengawasan antara Pemilu Nasional dan Lokal, serta penguatan kewenangannya yang diatur secara jelas dalam bab khusus tentang hukum acara penyelesaian sengketa pemilu dan pilkada.

“Kodifikasi UU Pemilu bukan sekadar teknis legislasi, tetapi juga soal keberanian politik dan visi jangka panjang membangun sistem demokrasi elektoral yang inklusif, efisien, dan berintegritas,” tambah Abrar.

Komisi II DPR RI memiliki peran sentral untuk memastikan revisi UU Pemilu sesuai dengan konstitusi, menjaga keseimbangan antar lembaga, dan menjamin partisipasi publik yang bermakna. Dengan kajian kritis dan legislasi yang cermat, diharapkan perubahan ini menjadi lompatan peradaban politik Indonesia, bukan proyek pragmatis semata.

“Agar demokrasi Indonesia tidak mengalami disorientasi dalam tahun-tahun mendatang, Komisi II DPR RI akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi secara menyeluruh,” tutup Abrar Amir.

-

Penulis dan Editor: Irham Staf Humas Bawaslu Kota Makassar