Lompat ke isi utama

Berita

Lensa Pengawasan: Arga dan Cahaya Demokrasi Kota Daeng (Armin Al-Makassary)

DISCLAMER:

Seluruh tokoh, tempat, dan peristiwa dalam novel ini merupakan hasil imajinasi penulis. Setiap kesamaan dengan nama atau kejadian nyata adalah kebetulan semata dan tidak bermaksud menyinggung atau merujuk pada pihak mana pun.

SINOPSIS NOVEL

Di tengah hiruk pikuk Pemilihan Kepala Daerah Kota Makassar tahun 2024, Andi Arga Ba’dulu, seorang pengawas pemilu muda yang idealis, berjuang menegakkan integritas di tengah sistem yang mulai lapuk oleh kompromi politik dan pragmatisme. Sebagai Koordinator Divisi Pengawasan di Bawaslu Kota Makassar, Arga percaya bahwa demokrasi tidak hanya dijaga oleh aturan, tapi juga oleh keberanian dan inovasi.

Dalam kesehariannya, Arga berhadapan dengan tumpukan laporan, tekanan dari kandidat, dan sikap apatis masyarakat. Hingga suatu hari, ia bertemu Sinta Rahmawati, seorang aktivis teknologi muda yang meluncurkan platform digital PantauKita.id — sistem pelaporan pelanggaran pemilu berbasis partisipasi warga.

Pertemuan mereka memicu perdebatan: Sinta menganggap lembaga pengawas terlalu birokratis, sedangkan Arga menilai idealisme tanpa struktur hanyalah retorika. Namun, saat muncul isu besar tentang politik uang terstruktur yang melibatkan tim sukses salah satu kandidat, keduanya terpaksa bekerja sama.

Dengan bantuan Hasyim Daeng Lala, pengawas adhoc berpengalaman yang menjadi penengah dan pengingat moral, tim Arga mencoba memadukan pendekatan tradisional dengan inovasi teknologi. Bersama para staf pengawasan, relawan muda dan mahasiswa magang dari universitas negeri seperti Nabila Taufik, mereka membangun gerakan pengawasan partisipatif yang melibatkan kampus, komunitas, dan masyarakat biasa.

Namun, perjuangan mereka tidak mudah. Farid Mahesa, konsultan politik dari kandidat unggulan, menggunakan berbagai cara untuk menggagalkan inovasi ini — mulai dari penyebaran disinformasi hingga upaya menjebak Arga dengan fitnah pelanggaran etik. Konflik makin tajam ketika data dari PantauKita.id menunjukkan bukti kuat adanya politik uang masif yang mengancam hasil pemilihan.

Di tengah ancaman, tekanan, dan dilema moral antara idealisme dan keselamatan, Arga harus memutuskan: tetap berpegang pada integritas dengan risiko karier dan nyawa, atau diam demi “stabilitas” lembaga.

Klimaks cerita terjadi saat publik mulai memihak gerakan “Pantau Kita” setelah video kesaksian Nabila viral di media sosial — mengungkap jaringan politik uang dengan bukti nyata. Arga dan Sinta akhirnya menjadi simbol kolaborasi antara lembaga resmi dan masyarakat sipil.

Pemilu berakhir dengan hasil yang diwarnai polemik, tapi masyarakat mulai percaya bahwa pengawasan yang inovatif dan partisipatif bisa menjadi cahaya baru demokrasi di Kota Daeng.

(bersambung)

 

Penulis : Armin