Lompat ke isi utama

Berita

Transformasi Kelembagaan Bawaslu Menuju Lembaga Pengawas Pemilu yang Kuat, Profesional, Adaptif, Inklusif, dan Dipercaya Publik (Catatan dari Kegiatan Penguatan Kelembagaan Bawaslu Kota Makassar)

Abstrak

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merupakan aktor kunci dalam menjaga integritas pemilu di Indonesia. Namun, dinamika politik, perkembangan teknologi, dan kerumitan regulasi menuntut transformasi kelembagaan yang lebih komprehensif. Artikel ini menganalisis hasil kegiatan Penguatan Kelembagaan Bawaslu Kota Makassar sebagai studi kasus untuk melihat kebutuhan reformasi dalam empat aspek utama: desain kelembagaan, regulasi dan penegakan hukum, penguatan sumber daya manusia (SDM) serta tata kelola internal, dan perluasan partisipasi publik yang inklusif. Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa transformasi Bawaslu merupakan kebutuhan strategis untuk memastikan pengawasan pemilu yang efektif, akuntabel, dan dipercaya publik. Implikasi kebijakan yang dihasilkan dapat menjadi landasan penyempurnaan kelembagaan pengawas pemilu di tingkat nasional maupun daerah.

Kata Kunci: Bawaslu, pemilu, transformasi kelembagaan, tata kelola, pengawasan pemilu

Pendahuluan

Integritas pemilu merupakan komponen fundamental demokrasi prosedural. Dalam konteks Indonesia, pengawasan pemilu dilakukan oleh Bawaslu sebagai lembaga mandiri yang bertugas mencegah, mengawasi, dan menindak pelanggaran pemilu. Namun, tantangan implementatif pada Pemilu 2024 menunjukkan bahwa Bawaslu menghadapi beban kerja yang semakin berat: kompleksitas regulasi, maraknya politik transaksional, percepatan digitalisasi, serta meningkatnya ekspektasi publik terhadap transparansi dan responsivitas lembaga negara.

Transformasi kelembagaan Bawaslu menjadi prasyarat untuk menjawab tantangan tersebut. Kegiatan Penguatan Kelembagaan Bawaslu Kota Makassar menghadirkan berbagai pemangku kepentingan—pembuat kebijakan, akademisi, penggiat pemilu, organisasi masyarakat sipil, Ombudsman, serta kelompok disabilitas—yang memberikan gambaran komprehensif terkait arah pembenahan Bawaslu ke depan.

Artikel ini bertujuan (1) mengidentifikasi isu strategis yang muncul dari kegiatan tersebut, (2) menganalisis kebutuhan transformasi kelembagaan Bawaslu, dan (3) menyajikan implikasi kebijakan bagi penguatan pengawasan pemilu di Indonesia.

Metode

Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode content analysis terhadap hasil diskusi, paparan narasumber, notulensi, dan dokumen rekomendasi dari kegiatan penguatan kelembagaan. Analisis dilakukan dengan mengelompokkan isu ke dalam empat klaster transformasi kelembagaan: struktur organisasi, regulasi, SDM dan tata kelola, serta kolaborasi dan partisipasi publik. Pendekatan ini digunakan untuk melihat pola, kesenjangan, dan arah pembaruan kelembagaan secara sistematis.

Hasil dan Pembahasan

1. Pembenahan Struktur dan Desain Kelembagaan

Hasil diskusi menunjukkan adanya ketidakseimbangan struktur antara Bawaslu dan KPU, baik dari sisi jumlah anggota maupun beban kerja. Usulan utama mencakup:

  1. Penyetaraan jumlah anggota Bawaslu pada seluruh tingkatan dengan KPU agar beban kerja dan fungsi koordinasi lebih proporsional.

  2. Seleksi serentak secara nasional dan dilaksanakan di luar tahapan pemilu untuk menjamin kualitas dan integritas penyelenggara.

  3. Pengetatan persyaratan keanggotaan, termasuk rekam jejak integritas dan kompetensi teknis.

  4. Optimalisasi kewenangan untuk mengurangi ketergantungan pada lembaga eksternal, khususnya terkait sengketa administrasi dan proses penindakan.

Transformasi struktur kelembagaan dinilai sebagai fondasi awal bagi efektivitas pengawasan.

2. Penataan Regulasi dan Penguatan Penegakan Hukum Pemilu

Regulasi pemilu di Indonesia masih didominasi norma yang multitafsir dan terpisah antara rezim Pemilu dan Pilkada. Implikasi dari kondisi tersebut adalah ketidakseragaman penegakan hukum di lapangan.

Temuan dari kegiatan menunjukkan perlunya:

  • Kodifikasi regulasi pemilu untuk menciptakan kepastian hukum,

  • Harmonisasi hukum acara penyelesaian sengketa,

  • Penguatan peran Bawaslu sebagai quasi-yudisial, dan

  • Penyeragaman interpretasi regulasi melalui koordinasi lintas-lembaga.

Dengan regulasi yang lebih konsisten, Bawaslu dapat berfungsi lebih efektif sebagai guardian of electoral justice.

3. Penguatan SDM dan Tata Kelola Internal

Aspek SDM menjadi salah satu kelemahan struktural dalam pengawasan pemilu. Rekomendasi strategis mencakup:

  • Revisi dan penyempurnaan SOP secara komprehensif,

  • Sertifikasi kompetensi pengawas pemilu,

  • Pelatihan berkelanjutan dalam bidang hukum pemilu, mediasi, investigasi, dan literasi digital,

  • Pengembangan jalur karir dan rotasi penugasan, serta

  • Digitalisasi proses bisnis untuk efisiensi dan akurasi data.

Peningkatan kapasitas pengawas pemilu dipandang sebagai prasyarat profesionalitas lembaga.

4. Inklusivitas, Kolaborasi, dan Partisipasi Publik

Kegiatan ini juga menyoroti minimnya penguatan pengawasan partisipatif dan perhatian pada kelompok rentan, terutama penyandang disabilitas. Isu penting yang mengemuka meliputi:

  • Perlunya sistem aduan publik yang lebih responsif dan terintegrasi,

  • Peningkatan aksesibilitas pemilu,

  • Perluasan jejaring kolaboratif dengan akademisi, media, dan organisasi masyarakat sipil,

  • Serta penguatan hubungan dengan lembaga penegak hukum (Gakkumdu).

Aspek-aspek tersebut merupakan bagian penting dari upaya membangun legitimasi dan kepercayaan publik.

Kesimpulan

Transformasi kelembagaan Bawaslu merupakan agenda strategis yang harus segera direalisasikan untuk menjawab tantangan demokrasi elektoral di Indonesia. Temuan dari kegiatan Penguatan Kelembagaan Bawaslu Kota Makassar menegaskan empat kebutuhan utama: (1) pembenahan struktur kelembagaan, (2) penataan regulasi dan penegakan hukum, (3) penguatan SDM dan tata kelola internal, dan (4) peningkatan kolaborasi serta partisipasi publik yang inklusif.

Transformasi diharapkan tidak hanya melahirkan lembaga pengawas pemilu yang lebih efektif dan profesional, tetapi juga mampu membangun kepercayaan publik sebagai fondasi utama demokrasi yang berkualitas.

Penulis : @rminth